Sang kurator, Karl Rossler, mengatakan bahwa penyensoran yang dilakukan oleh direktur Werkstatt, Philippa Ebene, itu adalah sebuah “skandal” dalam sejarah.
“Nama Al Husseini, seorang fungsionaris SS, harus disebutkan berpartisipasi dalam Holocaust,” ujar Rossler.
Pameran berjudul “Dunia Ketiga dalam Perang Dunia Kedua” itu nampaknya oleh komunitas Yahudi memang dimanfaatkan betul untuk membenarkan image kolaborasi sang ulama dengan Hitler dalam peristiwa Holocaust.
Al Husseini memberikan ceramah kepada para imam dari divisi SS Bosnia tahun 1944, dan merupakan salah satu tokoh yang sangat anti akan pembangunan negara Yahudi serta perebutan Yerusalem.
Ebene mambantah adanya “kesepakatan” yang dicapai dengan komunitas Muslim Jerman untuk menutup pameran itu. Ia menyebut penyelidikan media terhadap kesepakatan itu bersifat “Eurosentris”.
Ia mengatakan pada The Post bahwa pameran tersebut ditujukan sebagai sebuah “penghormatan kepada para tentara dari negara-negara Afrika” yang berjuang melawan Nazi.
Ketika ditanya apa penentangannya terhadap pengikutsertaan panel sang ulama, ia bertanya, ”Apakah ada acara penghormatan di Israel untuk menghormati para tentara Afrika?”
Rossler diinformasikan pada Jumat lalu bahwa Ebene berniat mengeluarkan panel-panel yang berkaitan dengan sang ulama, namun ia menolak permintaannya untuk memindahkan mereka.
Sementara itu, versi yang tidak disensor dari pameran ini telah dipindahkan ke galeri UferHallen.
Maya Zehden, juru bicara komunitas Yahudi yang beranggotakan 12.000 orang, mengatakan pada The Post bahwa penolakan Ebene terhadap pameran itu memperlihatkan “intoleransi,” dan seorang direktur yang “tidak dapat bersikap demokratis”.
Zehden bahkan mendesak pemerintah Berlin mempertimbangkan untuk mengganti Ebene sebagai direktur. Zehden juga mengkritik tajam Gunter Piening, komisaris integrasi dan migrasi Berlin, karena membela keputusan Ebene untuk menyensor pameran tersebut.
Piening mengatakan pada harian Tagesspiegel bahwa, “Dalam sebuah komunitas seperti Neukolln, kami membutuhkan presentasi yang berbeda mengenai keterlibatan dunia Arab dalam Perang Dunia II.”
Zehden menyebut pernyataannya “sebuah upaya penenteraman” untuk mengabaikan fakta bahwa “tidak ada perlawanan resmi dari dunia Arab terhadap pembantaian kaum Yahudi.”
Ia menuduh Piening memperlihatkan toleransi yang salah kepada Arab Jerman dengan tidak mau mengatasi gangguan dari komunitas lokal.
Piening melontarkan pernyataan-pernyataannya yang bertentangan kepada The Post. Sementara membantah pernyataan yang dibuatnya kepada Tagesspiegel, ia mengatakan bahwa komentarnya dipelintir sebagai sebuah kutipan.
Ia mengatakan alasan pemindahan panel-panel sang ulama berkaitan dengan kesalahpahaman latar belakang pameran tersebut.
Dalam sebuah email kepada The Post, Heinz Buschkowsky, walikota distrik di Neukolln, di mana pameran itu awalnya akan diselenggarakan, menulis, “Ini adalah pertanda kepatuhan yang diantisipasi untuk menghindari kemungkinan protes. Saya tidak melihat ini sebagai sesuatu yang bagus.”
Ia menambahkan bahwa pernyataan Piening itu adalah “sebuah penahanan fakta-fakta yang berkaitan dengan anti-Semitisme.”
Walikota menulis bahwa Werkstatt sendiri “yang mengklaim membela kebebasan, toleransi, dan budaya harus berhati-hati agar tidak menimbulkan kecurigaan bahwa mereka melakukan penyensoran.”
Haj Amin al-Husseini adalah seorang pemimpin nasionalis Palestina yang mempimpin kampanye perlawanan terhadap imigran Yahudi dan Pemerintah Inggris. Sempat memerintah Palestina di tahun 1920 dan 1930an, lalu memutuskan meninggalkan wilayah tersebut pada 1937. Ia terus kampanye untuk menentang rencana Inggris untuk mendirikan sebuah negara Yahudi di Palestina. Dia meninggal di Libanon pada 1974.
Foto-fotonya bersama Adolf Hitler seringkali dimanfaatkan Israel untuk menghalalkan kejahatan yang mereka lakukan, termasuk serbuan Gaza dan pembangunan pemukiman Yahudi illegal. (rin/iie/jp/sm) Dikutip oleh www.suaramedia.com
0 ulasan:
Catat Ulasan