Staf pengacara distrik sekolah, Tom Wittmer, mengatakan kaus-kaus itu melanggar sebuah larangan distrik mengenai pakaian yang dapat “mengganggu proses belajar” atau membuat siswa lain menjadi “tersinggung atau terganggu”.
“Murid-murid memiliki hak kebebasan berbicara, dan kami telah mengijinkan beberapa murid datang ke sekolah mengenakan pakaian dengan berbagai pesan,” ujar Wittmer. “Namun pesan ini adalah sebuah pesan perpecahan yang dapat menyinggung murid lain. Kepala sekolah telah menganggap pesan di kaus-kaus itu sebagai sebuah pelanggaran terhadap aturan berpakaian.”
Wittmer mengatakan distrik sekolah membolehkan murid-murid mengekspresikan keyakinan agamanya tapi juga harus melindungi murid lainnya, contohnya mereka yang beragama Islam, dari diskriminasi berdasarkan keyakinan yang mereka anut.
Ia mengatakan perlakuan yang sama terhadap beragam keyakinan juga harus ada.
“Anak lainnya mungkin akan muncul dengan sebuah kaos bertuliskan ‘Kristen Agama Setan’,” ujar Wittmer.
Akademisi Amandemen Pertama mengatakan bahwa kebijakan distrik sekolah bersifat legal dan konstitusional. Ron Collins, seorang akademisi dari Pusat Amandemen Pertama yang bersifat non profit di Washington, mengatakan pengadilan memberikan “kebebasan dalam jumlah yang cukup signifikan” kepada pejabat-pejabat sekolah publik dalam mengatur pakaian murid-muridnya yang dapat mengganggu kelas atau fungsi sekolah.
“Dalam kasus ini, itu bukan hanya sebuah ekspresi relijius,” ujar Collins. “Itu adalah sebuah ekspresi relijius yang bersifat memusuhi terhadap ekspresi relijius lain.”
Collins mengakui bahwa kebebasan bicara para pelajar lebih mendapat perlindungan di institusi-institusi pendidikan setingkat universitas.
Catherine Cameron, seorang anggota fakultas di Sekolah hukum Stetson, mengatakan distrik sekolah “memiliki posisi yang bagus dari sudut pandang Amandemen Pertama” karena Pengadilan Tinggi AS telah memutuskan dalam beberapa kasus bahwa sekolah-sekolah publik dapat membungkam suara yang dianggap bersifat mengganggu “bahkan jika harus menginjak hak kebebasan berbicara anak lain.”
Di bagian depan kaus mereka terdapat salinan sebaris ayat dari Injil Yohanes,”Yesus menjawab, sayalah jalan dan kebenaran dan kehidupan; tidak ada yang dapat menghadap Bapa kecuali melalui saya,” dan pernyataan ini, “Saya sependapat dengan Dove Outreach Center.” Pesan “Islam Berasal Dari Setan” ada di bagian belakang.
Pada hari Senin, seorang siswa kelas lima berusia 10 tahun di SD Talbot dipulangkan ke rumah karena kaus itu. Hari Selasa, dua siswa SMA Eastside dan satu siswa SMA Gainesville dipulangkan ke rumah dan seorang siswa SMP Westwood harus mengganti bajunya karena kaus itu, menurut kongregasi Dove.
Pastor senior Dove, Terry Jones, mengatakan tidak ada perusahaan lokal yang berani mencetak kaus-kaus itu. Anggota Dove, Wayne Sapp, mengatakan ia kemudian memesan kaus itu lewat internet dari sebuah perusahaan yang membolehkan seseorang mendesain sendiri kausnya. Putrinya, Faith Sapp, 10, adalah murid SD Talbot yang dipulangkan pada hari Senin. Ia mengatakan diijinkan mengenakan kaus itu ke sekolah pada hari Selasa – dengan pesan Gospel di bagian depan masih terlihat dan pesan anti Islam di belakang telah tertutup.
Putri Wayne Sapp, Emily Sapp, 15, adalah murid yang dikirim pulang dari SMA Gainesville pada hari Selasa. Baik Faith maupun Emily mengatakan bahwa mengenakan kaus itu ke sekolah adalah keputusan mereka sendiri, bukan perintah dari orangtua mereka, dengan tujuan mempromosikan keyakinan Kristen yang mereka anut. Emily Sapp mengatakan pernyataan “Islam Agama Setan” ditujukan pada agamanya, bukan penganutnya.
“Tidak ada masalah dengan orang-orangnya,” ujarnya. “Orang adalah orang. Mereka bisa diselamatkan seperti yang lainnya.”
Wayne Sapp berpendapat bahwa aturan berpakaian distrik sekolah memberikan terlalu banyak ruang untuk subyektivitas ketika para kepala sekolah dan administrator dapat menentukan mana pakaian yang bersifat ofensif dan mengganggu.
Ia menambahkan bahwa anak-anaknya memutuskan bahwa ini saatnya untuk “membela keyakinan mereka daripada mengatakan bahwa ‘peraturan akan melarangku’” dan mengatakan bahwa masyarakat telah “sangat mentolerir untuk menjadi toleran” sehingga kebebasan berbicara mulai memudar.
Jones mengatakan bahwa, baginya, menyebarkan pesan-pesan gereja “lebih penting daripada pendidikan itu sendiri.”
Semua anggota Dove yang diwawancarai mengatakan bahwa meskipun mereka tidak akan suka melihat seorang murid mengenakan kaus anti Kristen ke sekolah, mereka berpandangan murid-murid memiliki hak untuk melakukannya.
Saeed R. Khan, presiden Asosiasi Muslim Florida Utara Pusat, mengatakan pesan anti Islam itu tidak dapat diterima ketika “sekolah seharusnya mengajarkan toleransi terhadap orang lain.”
“Sangat menyinggung kan?” ujar Khan mengenai pesan di bagian belakang kasu itu. “Terutama di sekolah tempat kita berusaha menciptakan sebuah atmosfer di mana orang-orang harusnya saling menghormati satu sama lain dan hidup berdampingan, di mana terdapat orang-orang dari beragam etnisitas dan agama.”
Jones dan Wayne Sapp mengatakan anggota kongregasi belum memutuskan apakah anak-anak mereka akan terus diijinkan pergi ke sekolah mengenakan kaus tersebut karena mereka menginginkan anak-anaknya memperoleh pendidikan – dan itu tidak terjadi jika mereka dipulangkan ke rumah karena melanggar aturan berpakaian. (rin/gv) Dikutip oleh www.suaramedia,com
0 ulasan:
Catat Ulasan