.: Anda Suka Blog Ini? :.

.: Komentar Warga FB :.

Selasa, 1 September 2009

Mesir Larang Burqini?!!


Tiap tahunnya, jutaan turis mengunjungi Mesir, sebagian dari mereka berasal dari negara Islam. (SuaraMedia News)

Tiap tahunnya, jutaan turis mengunjungi Mesir, sebagian dari mereka berasal dari negara Islam. (SuaraMedia News)

KAIRO (SuaraMedia News) – Kesan yang diperoleh Omayma Mansour dari kunjungan terakhirnya ke Mesir adalah bahwa Islam juga dapat tidak diterima di tanah kelahirannya sendiri.

Ibu dua anak keturunan Mesir Amerika ini menginap di Moevenpick, resor El Gouna di Hurghada, ketika ia mengalami sebuah hal yang mengejutkan yang mungkin membutuhkan waktu hingga berbulan-bulan baginya untuk sembuh atau benar-benar memahami kejadian tersebut.

Melihat putra bungsunya (dua tahun) hampir tenggelam di kolam renang, ia pun masuk ke dalam kolam dengan burqini, sebuah pakaian renang tahan air yang menutup hampir seluruh tubuh, untuk menolong anaknya.

Sesaat setelah itu, Mansour segera diminta oleh pengurus kolam renang untuk keluar dari kolam.

Pria tersebut memberitahu bahwa ia tidak diijinkan menggunakan kolam renang dengan burqininya, sebuah kostum yang terdiri atas sebuah kerudung, tunik, dan celana panjang.

“Kebijakan melarang wanita berkerudung menggunakan kolam renang adalah sesuatu yang diskriminatif bagi semua wanita Muslim,” ujar Mansour kepada Islamonline.net.

“Ini benar-benar sebuah pelanggaran terhadap kebebasan relijius kami sebagai wanita Muslim.”

Mengalami penghinaan ini, Mansour langsung menghadap ke kantor manajer hotel namun tidak mendapatkan apa yang ia harap akan disebut sebagai “alasan yang masuk akal”.

“Mungkin orang-orang di hotel ini memandang pakaian Islami sebagai pakaian rendahan,” ujarnya.

“Karena itu mereka tidak mau citra tersebut terlihat di resor bintang lima mereka.”

Burqini, berasal dari kata burqa dan bikini, menyerupai sebuah pakaian selam longgar dengan jilbab yang dijahit menjadi satu.

Kostum tiga lapis itu menutup seluruh permukaan tubuh kecuali kaki, tangan, dan muka.

Pakaian panjang itu tidak terlalu ketat namun cukup pas di badan sehingga memudahkan pemakainya berenang dengan bebas.

Mansour bukan satu-satunya wanita yang pernah mengalami ketidaknyamanan karena pakaian Islaminya.

Beberapa pekerja hotel memberitahu bahwa sejumlah koleganya kehilangan pekerjaan karena mereka mengijinkan pemakaian burqini di dalam kolam.

Nadia El-Awadi, seorang jurnalis Mesir, memiliki pengalaman serupa ketika ia pergi ke Ain Sukhna, sebuah resor terkenal sekitar 200 kilometer sebelah timur Kairo.

Ketika ia memasuki salah satu hotel, ia diberi beberapa lembar kertas untuk ditandatangani. Namun ia memperhatikan salah satu kertas menyatakan bahwa pakaian renang Islami tidak diperbolehkan di dalam kolam renang.

“Saya tidak dapat memahami apa yang terjadi,” ujar El Awadi, 40.

“Saya merasa sangat sedih tentang itu. Tidak seorang pun dapat memberitahu yang lain tentang apa yang dapat dan tidak dapat mereka kenakan. Itu adalah kebebasan personal tiap orang.”

El Awadi harus membawa barang-barang dan kedua anaknya keluar dari hotel itu untuk mencari tempat lain di mana ia dapat menikmati berenang sambil tetap berpakaian tertutup.

Ia menemukan bahwa itu ternyata tidak mudah.

Butuh waktu lama bagi operator yang mengorganisir perjalanannya untuk mencari sebuah tempat yang mengijinkan wanita berkerudung masuk ke kolam renangnya.

“Bagaimana ini bisa terjadi di Mesir?” tanyanya.

Hal ini membuat banyak pihak mencurigai adanya sebuah kampanye terorganisir melawan aturan berpakaian Muslim, terutama di hotel-hotel dan resor yang sering menjadi jujugan wisatawan asing.

“Kami tidak memiliki masalah dengan pakaian renang Islami, tapi masalahnya adalah beberapa dari pakaian ini mengandung material yang tidak baik bagi kulit si pemakainya,” ujar manajer Mesir dari sebuah hotel bintang lima.

“Material-material ini tidak higienis.”

Argumen tersebut dibantah oleh mereka yang mengenakan burqini.

“Semua omong kosong tentang pakaian renang panjang tidak higienis ini sangat menyinggung dan benar-benar absurd,” ujar Mansour.

“Pakaian renang yang saya kenakan terbuat dari bahan lycra, tahan air, material polyester seperti pakaian renang pada umumnya.”

Manal Youssef, peneliti hukum Islam, berpendapat insiden semacam itu mencerminkan benturan antara sekularisme dan keagamaan di Mesir.

“Apa yang terjadi dalam hal ini adalah benturan antara Mesir sekuler dan relijius,” ujar Youssef.

“Pemerintah tidak mendikte orang tentang pakaian apa yang dapat dipakai dan pakaian apa yang tidak, tapi di saat yang sama meninggalkan keputusannya pada pemilik hotel dan tempat-tempat pribadi untuk melakukan apa yang mereka mau dengan pelanggannya.”

Mesir belum secara resmi menentang burqini, hijab, atau cadar. Tapi beberapa pejabat, termasuk mereka yang terkait dengan pembentukan relijius milik negara, telah menentangnya.

Beberapa pemilik hotel dan resor di Mesir menyingkirkan pakaian Islami untuk memuaskan jutaan wisatawan asing yang datang tiap tahunnya.

“Karyawan hotel melakukan ini untuk menyenangkan non-Muslim yang datang ke hotelnya,” ujar El Awadi.

“Tapi di saat yang sama, mereka membolehkan orang-orang bertelanjang dada tanpa merasa marah.”

Tahun lalu, Mesir menerima lebih dari 11 juta turis.

Turisme memberikan pemasukan sebesar $10.5 miliar bagi negera tersebut pada tahun fiskal hingga bulan Juni.

Hal yang aneh adalah sementara Mesir melakukan semua ini, banyak negara-negara Barat yang membolehkan wanita Muslim masuk ke kolam renang mengenakan burqini.

Awal minggu ini, pemerintah kota Oslo, Norwegia, mengijinkan wanita Muslim menggunakan kolam renang kota dengan burqini mereka.

Pakaian renang Muslim juga diijinkan di Australia, Inggris, dan AS.

sumber: http://www.suaramedia.com/berita-dunia/dunia-islam/10233-sedot-wisatawan-mesir-berlakukan-larangan-burqini.html

0 ulasan:

FOM Ads
Photobucket



 

BICARA TINTA Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template