.: Anda Suka Blog Ini? :.

.: Komentar Warga FB :.

Sabtu, 29 Ogos 2009

Ritual Meriam Jadi Tradisi Berbuka Di Yerusalem


Rajai Sandouka melihat jam untuk memastikan waktu sebelum menyalakan meriam tanda berbuka. (SuaraMedia News)

Rajai Sandouka melihat jam untuk memastikan waktu sebelum menyalakan meriam tanda berbuka. (SuaraMedia News)

YERUSALEM TIMUR (SuaraMedia News) - Saat matahari terbenam di atas Kota Suci, Rajai Sandouka menyalakan sumbu dan berjalan menjauh dari meriam tahun 1918 yang telah berkarat itu. Sebuah dentuman menandai waktu berbuka puasa Ramadhan dalam sebuah ritual yang berawal dari masa Utsmani.

Sandouka, 48 tahun, aktor dan dalang, bangga pada pekerjaan seremonial tersebut yang telah turun temurun di keluarganya selama sekitar satu abad dan yang dia berharap putranya Nabil, sekarang 24, suatu hari akan mewarisinya.

"Semua di Kota Tua orang merasa bahagia ketika mereka mendengar dentuman meriam dan tahu itu adalah saatnya berbuka puasa," katanya.

Dalam beberapa detik dari ledakan tersebut, dapat didengar muazin melantunkan azan dari menara Yerusalem. Jalan-jalan menjadi sepi karena umat Muslim duduk bersiap manyantap makanan berbuka puasa, perayaan yang menggembirakan yang menyatukan bersama keluarga dan teman-teman.

Sandouka mengatakan dia adalah yang terakhir untuk duduk dan makan, ia harus berjalan pulang selama 15-menit setelah melakukan tugas sehari-hari bulan Ramadhan.

Dia tidak keberatan. "Saya menjaga tradisi hidup," katanya sambil bergegas menuruni jalan berdebu menuju mobilnya.

Tradisi penting tersebut dimulai di Mesir, dimana ketika gubernur Utsmani Khosh Qadam tak sengaja menembakkan meriam didapatkannya sebagai hadiah 200 tahun yang lalu. Dentuman meriam yang dihasilkan menggema di jalan-jalan Kairo.

Meriam Sandouka yang sudah uzur diposisikan di atas pemakaman Muslim tua yang terletak di sebelah Timur Yerusalem yang ramai perbelanjaan, menghadap ke dinding Kota Tua.

Pada perangkat keras militer yang menua itu terdapat sebuah plakat yang teridentifikasi sebagai bagian artileri 75mm yang diproduksi oleh perusahaan Pennsylvania Bethlehem Steel pada 1918. Senjata semacam itu secara luas digunakan untuk pelatihan di Inggris setelah Perang Dunia I.

Yordania menyumbangkan senjata yang berasal dari periode Ottoman, yang oleh kakek Sandouka biasa digunakan untuk menembak, sudah pensiun dan dipindahkan ke museum seni Islam di Kompleks Masjid Al Aqsa, sekitar 500 meter (meter) jauhnya.

Ketika matahari terbenam menyirami bangunan batu kapur Kota Tua dalam cahaya kemerahan, Sandouka ingat bagaimana seorang laki-laki akan memberikan sinyal dari Masjid Al Aqsa ketika tiba waktunya untuk menembakan meriam. Sinyal itu kemudian akan diteruskan kepada kakek Sandouka oleh laki-laki lain yang berdiri di atas tembok Kota Tua.

Sekarang, Sandouka hanya berkonsultasi dengan kartu kecil yang menunjukkan waktu matahari terbit dan terbenam selama bulan Ramadhan, dan melihat jam tangannya. Dia memastikan bahwa kedua pemantiknya bekerja, sementara Nabil memeriksa kembali jam di telepon genggamnya.

Akhirnya, ia menyalakan sumbunya, mengirimkan sebuah roket ke langit dengan gemuruh ledakan yang bergema melalui jalan-jalan sempit yang berliku.

Ia melakukan upacara yang sama untuk menandai matahari terbit dan awal puasa siang hari.

Yang sangat disesalinya adalah bahan peledak yang sekarang ia gunakan terdiri dari kembang api yang dikemas erat yang ditembakkan dari tabung yang melekat pada sisi senjata kuno tersebut.

"Saat ini tidak mungkin lagi untuk mendapatkan mesiu," kata Sandouka. Pabrik di Tepi Barat kota Ramallah, di mana ia biasa membeli mesiu ditutup beberapa tahun lalu.

Pada hari pertama Ramadhan yang jatuh 23 Agustus, Walikota Yerusalem Nir Barkat bergabung dengan Sandouka untuk ritual matahari terbenam, seperti yang dilakukan pendahulunya, membawa perangkat kontrol jarak jauh untuk menyalakan pemantik yang dibawa oleh pejabat itu.

Pada hari itu mereka menggunakan muatan peledak di barell senjata tersebut dan bukannya tabung roket.

Sementara kotamadya membayarnya 530 dollar (370 euro) untuk melakukan ritual Ramadhan harian tersebut, Sandouka mengatakan Israel telah mempersulit dirinya untuk tetap menjaga sebuah tradisi yang telah mulai hilang di kota-kota lain di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki tetapi masih diikuti di beberapa negara Arab.

"Saya sudah melakukan ini selama sekitar 30 tahun. Tiba-tiba, dua tahun yang lalu, mereka bilang saya harus mengambil pelatihan bahan peledak. Mereka telah memikirkan hal itu selama bertahun-tahun."

Selama pemberontakan sengit dari Palestina di tahun 2000, yang dikenal sebagai intifadah, meriam Ramadhan tersebut terdiam di Tepi Barat yang diduduki. Tetapi Yerusalem masih dapat mendengar hariannya, berkat Sandouka.

"Saya akan terus menyalakan meriam ini," katanya dengan bangga sebelum tiba-tiba mengakhiri percakapan, bersemangat untuk berbuka puasa bersama keluarganya. (iw/meo) Dikutip oleh www.suaramedia.com

0 ulasan:

FOM Ads
Photobucket



 

BICARA TINTA Copyright © 2008 Black Brown Art Template by Ipiet's Blogger Template